Translate

Minggu, 21 Juli 2013

Antologi puisi

Telah Terbit Antologi Puisi
Jendela Senja
Komunitas Kabut Tipis


Kategori : Antologi Puisi
Tema : Jendela Senja
Penyunting & Tata Letak : Rey Seniman Langit
Redaksi : Wangsa Indira jaya
Penulis : 17 Penulis Komunitas Kabut Tipis
Perancang Sampul : Kabut Tipis TIM

ISBN: 978-602-17700-5-4




KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayahNya. Sehingga terwujudnya buku sajak ke-dua dari Komunitas Kabut Tipis ini.
Mungkin didalam penyusunan buku ini, masih banyak kekurangan. Untuk itu, kami mengharapkan tegur, sapa, atau pun kritikan demi perbaikan yang akan datang.
Dengan adanya buku kedua ini, semoga dapat diterima dengan baik di khalayak ramai.
Akhirul kalam, kami sebagai TIM penyusun, juga sekaligus penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran lahirnya buku ini.

Wassallam

Andhara Praja

(Kurator Kabut Tipis)



Sambutan Penerbit


Assallammua’laikum WR.WB
Salam Literasi untuk semua kalangan para pencinta sastra di manapun berada. Kami selaku Penerbit Wangsa Indira Jaya ingin mempersembahkan warna baru dari para talenta pegiat sastra yang terkemas dengan skema tipografi untuk tema “Pelangi Senja” persembahan dari Komunitas Kabut Tipis.
Buku antologi ini adalah warna-warni dari khas penulis-penulisnya yang mempunyai ciri serta keunikan yang sangat luar biasa. Di  mana karyanya adalah karya anak negeri yang sedang bercumbu dengan berbagai aneka ragam huruf yang dirangkai menjadi alur begitu indah. Dengan Judul “Jendela Senja”
 “Jendela Senja” ini sekumpulan “Puisi” yang menceritakan tentang warna-warni kehidupan di alam keindahan. Ada tentang cinta, munajat hati serta kelokan nadir ketika letih saat jendela waktu tertutup di pintu malam.
Saya yakin para pembaca akan sangat menyukai kumpulan puisi yang menggugah hati ini. Tentunya menjadikan manfaat untuk keselarasan dalam dunia kepenulisan pada umumnya.
Semoga menjadikan bahan untuk rujukan dikemudian hari. Tentunya saat generasi-generasi baru berkiprah dalam hal yang sama.
Sekian dan terimakasih . Selamat membaca.

Wassalam, Surabaya 01 Juli 2013
Wangsa Indira Jaya


Membuka Jendela, Memaknai Senja

Komunitas Kabut Tipis, adalah serombongan anak muda yang suka menulis puisi. Mereka berasal dari berbagai profesi, strata pendidikan dan berasal dari berbagai tempat di tanah air ini. Meski begitu punya kecintaan yang sama: menulis puisi.
Apakah mereka ingin jadi penyair? Pertanyaan ini cukuplah dijawab dengan karya-karya yang sudah ada atau akan terus mengalir dari kerja kreatif mereka.
Tercatat ada 17 nama yang ikut menyumbangkan karyanya untuk dibukukan dalam antologi puisi yang mereka rencanakan bertajuk "Jendela Senja". Nama-nama itu ada yang sudah saya kenal melalui ruang maya, ada yang saat ini sedang bekerja sebagai Buruh Migran Indonesia (BMI) di negara tetangga.
Secara teknis kepenulisan tentu para penulis puisi di sini, atau katakanlah "penyairnya" memang tampak masih dalam pencarian jati diri, juga dalam hal berbahasa. Sedangkan dalam kemampuan berpuisi tampak pula masih perlu terus berproses agar sampai pada kemampuan maksimal dalam membangun sebuah puisi yang baik.
Kecenderungan rata-rata para penyair dalam antologi ini adalah berpuisi naratif, dengan kalimat-kalimat lugas untuk mengantarkan pesan yang ingin disampaikan, sehingga terkesan cair dan kadang membosankan. Namun makna-makna yang ingin disampaikan sesungguhnya menarik, apalagi didorong oleh keinginan mengekspresikan tema yang sama, yakni: "Jendela Senja".
Maka lebih dari 100 judul puisi yang terkemas dalam antologi ini memang dipenuhi dengan bait-bait tentang senja.
Tentu saja menarik, melihat bagaimana masing-masing penyair memaknai senja, memandang senja dari jendelanya masing-masing.

Baca saja puisi Nova Linda ini yang berjudul "Gerbang Senja" 

kita tiba di gerbang senja
setelah melewati embun di bening pagi
juga menjemur asa di bawah terik siang
perlahan langkah beranjak menuju petang
menyusuri jejak, mencari jalan pulang

kita telah tiba di gerbang senja
saat langit mengurai rona jingga
benderang tak lagi sebinar pagi
dan mentari membakar wajah bumi

kita telah tiba, menerobos tubuh senja
saat cakrawala mulai mengibar gulita
mengajar kita memahami dua warna
hitam dan putih dalam lembar waktu
hingga malam datang, mengantar kita
pulang ke titik awal perjalanan

Pekanbaru. 20 Juni 2013

Tentu saja masih banyak lagi judul-judul puisi dalam antologi ini yang mencoba menguraikan tentang senja, baik dalam hubungannya dengan kehidupan sehari-hari, tentang cinta, tentang hubungannya dengan Tuhan.
Tentang hubungan dengan Tuhan ini memang juga hampir mendominasi puisi-puisi yang ada, bergaya sufiistik, kental dengan masalah keagamaan yang memasalahkan kematian, perbuatan baik dan buruk, dan sebagainya. Ada juga yang memaknai senja sebagai cinta kepada ibu yang telah melahirkannya dan telah menjadi tua di saat usia senja, seperti dalam bait puisi Mentari Hatiku berjudul "Menyulam Senja"....."Perempuan langsing di antara kunang-kunang/Mengipas kulit tua yang melipat usia". Tapi senja juga dimaknai sebagai akhir kisah cinta yang tragis, antara dua insan seperti ditulis Jay Wijayanti dengan judul "Serpihan Memori Rona Senja"....."Senja telah menyembunyikan segala kisah/Pada dahan bambu yang mengering sudah/Jatuh berhamburan satu demi satu/:Lembaran cerita kita berdua...." Masing-masing penyair membuka jendelanya, memaknai senja yang dirasakannya, tentu beragam pesan disampaikannya. Untuk ikut membuka "Jendela Senja" lebih jauh, tentu baca saja antologi dari Komunitas Kabut Tipis ini. Semoga makin terbuka "jendela" kita untuk memahami senja, bahwa senja itu juga indah, seperti ditulis oleh penyair Asri Fara berjudul "Ketika Senja Kembali"

maaf !
aku harus pergi
berselimut gigil rinai pagi
dan bercadar debu siang ini
beri aku waktu sehari
tuk menghitung bias mentari
di antara hempasan badai
meniup pucukpucuk ngarai

tunggu aku !
di kuncupkuncup melati
dan ketika senja kembali
kubawa untukmu indah pelangi

Taiwan 15 Maret 2013


Begitulah, selamat berkarya untuk teman-teman Komunitas Kabut Tipis dan selamat membaca.

Yogyakarta, 10 Juli 2013


Wadie Maharief
(Penyair Yogyakarta)



Endorsmen

JENDELA SENJA – INSPIRATIF

Cinta, Ikhlas dan Pengharapan adalah kekuatan ‘jendela senja’, dipadukan dengan gaya tipologi khas puisinya. Kesederhanaan bahasa membuat puisi ini enak dibaca dan mudah dicerna. Diksinya kuat dan tepat.
Saya bertemu dengan kehidupan indah saat baca “jendela senja”. Ada getar cinta, rasa sayang, kerinduan, keharuan, juga suara tanah air, yang sebabkan mataku berkaca-kaca. Jendela senja kaya akan nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, keselarasan. Dia bernafaskan religi, perjuangan, kegigihan, kebersamaan, dan eksistensi diri. Pelangi semangat ini tersirat pada bait-bait syairnya.
Saya juga salut; Para Penulis ‘jendela senja’ memiliki idealisme hidup kokoh. Mereka memiliki motto dan misi hidup luar biasa, yang jadi filosofi karyanya. Puisi-puisi di sini menjadi khas sekali sebagai ungkapan rasa, untaian kata-kata bernilai, dan melodi pengharapan”. Semoga Tuhan memberkati Jendela Senja. Salam cemara, Iwa TJ*

(Dr. Trisnowati Josiah, S.S., M.M. Penikmat Sastra, Dosen & Komposer, tinggal di Bandar Lampung)


               ''Seorang bijak berkata: jika politik kotor maka puisi akan membersihkannya. Puisi memang memiliki peran sosial dalam kehidupan. Dengan puisi, orang lebih punya hati nurani. Membaca puisi-puisi yang terhimpun dalam buku ini, kita disadarkan tentang banyak hal dalam hidup, yang kadang harus direnung-renungkan - supaya kita tetap menjaga dan punya hati nurani. Ini karya bagus dari penyair-penyair muda yang bertalenta seni. Selamat atas terbitnya antologi puisi ini.''
--- Zaenuddin HM, Penulis Buku-buku Best Seller, Jurnalis Senior Harian ''Rakyat Merdeka''-Jakarta.


Bersapaan dengan alam dan penciptanya, berselaras dengan sesama merupakan perwujudan tuturan yang dilakukan oleh pemuisi di buku ini. Kesederhanaan dan kedalaman merupakan suatu ungkapan menyeluruh dari apa yang dilihat, dirasakan, disentuh dan dimaknai.

(Shinta Miranda, penyair, penulis antologi puisi "Constance" dan 10 antologi lainnya. Puisi dan Cerpennya telah diterbitkan di beberapa majalah dan media cetak lainnya.)

Membaca antologi ini seperti aku membaca nyanyian hati, nyanyian jiwa tentang suka, duka dan cinta dari 17 penyair yang telah menarasikan ‘bahasa rasa’ dalam jalinan kata-kata, menebar pesona. Seperti aku melihat pelangi di pagi hari.
Ini Bukan Puisi bukan pula Katarsis. Inilah Symponi Rindu yang Menyulam Senja Menyusur Rindu. Adalah Pelajaran Untuk Cinta, adalah sajak Sebelum Hari Beranjak  saat Matahari Tersuruk. Semoga bisa menjadi Pelita Hati.

(Abah Yoyok-Penikmat Sastra)

Entri Populer

Pengikut