Telah Terbit Antologi Puisi
Jendela Senja
Komunitas Kabut Tipis
Kategori :
Antologi Puisi
Tema :
Jendela Senja
Penyunting &
Tata Letak : Rey
Seniman Langit
Redaksi :
Wangsa Indira jaya
Penulis :
17 Penulis Komunitas Kabut Tipis
Perancang Sampul : Kabut Tipis
TIM
ISBN: 978-602-17700-5-4
KATA PENGANTAR
Puji dan
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayahNya. Sehingga terwujudnya buku sajak ke-dua dari Komunitas Kabut Tipis
ini.
Mungkin
didalam penyusunan buku ini, masih banyak kekurangan. Untuk itu, kami
mengharapkan tegur, sapa, atau pun kritikan demi perbaikan yang akan datang.
Dengan
adanya buku kedua ini, semoga dapat diterima dengan baik di khalayak ramai.
Akhirul
kalam, kami sebagai TIM penyusun, juga sekaligus penulis mengucapkan terimakasih
kepada semua pihak yang telah membantu kelancaran lahirnya buku ini.
Wassallam
Andhara Praja
(Kurator Kabut Tipis)
Sambutan Penerbit
Salam Literasi
untuk semua kalangan para pencinta sastra di manapun berada. Kami selaku
Penerbit Wangsa Indira Jaya ingin mempersembahkan warna baru dari para talenta
pegiat sastra yang terkemas dengan skema tipografi untuk tema “Pelangi Senja”
persembahan dari Komunitas Kabut Tipis.
Buku antologi
ini adalah warna-warni dari khas penulis-penulisnya yang mempunyai ciri serta
keunikan yang sangat luar biasa. Di mana
karyanya adalah karya anak negeri yang sedang bercumbu dengan berbagai aneka
ragam huruf yang dirangkai menjadi alur begitu indah. Dengan Judul “Jendela
Senja”
“Jendela Senja” ini sekumpulan “Puisi” yang
menceritakan tentang warna-warni kehidupan di alam keindahan. Ada tentang
cinta, munajat hati serta kelokan nadir ketika letih saat jendela waktu
tertutup di pintu malam.
Saya yakin
para pembaca akan sangat menyukai kumpulan puisi yang menggugah hati ini.
Tentunya menjadikan manfaat untuk keselarasan dalam dunia kepenulisan pada
umumnya.
Semoga
menjadikan bahan untuk rujukan dikemudian hari. Tentunya saat generasi-generasi
baru berkiprah dalam hal yang sama.
Sekian dan terimakasih . Selamat membaca.
Wassalam, Surabaya 01 Juli 2013
Wangsa Indira Jaya
Membuka Jendela, Memaknai Senja
Komunitas Kabut Tipis, adalah serombongan anak muda yang suka
menulis puisi. Mereka berasal dari berbagai profesi, strata pendidikan dan
berasal dari berbagai tempat di tanah air ini. Meski begitu punya kecintaan
yang sama: menulis puisi.
Apakah mereka ingin jadi penyair? Pertanyaan ini cukuplah dijawab
dengan karya-karya yang sudah ada atau akan terus mengalir dari kerja kreatif
mereka.
Tercatat ada 17 nama yang ikut menyumbangkan karyanya untuk
dibukukan dalam antologi puisi yang mereka rencanakan bertajuk "Jendela Senja". Nama-nama
itu ada yang sudah saya kenal melalui ruang maya, ada yang saat ini sedang
bekerja sebagai Buruh Migran Indonesia
(BMI) di negara tetangga.
Secara teknis kepenulisan tentu para penulis puisi di sini, atau
katakanlah "penyairnya"
memang tampak masih dalam pencarian jati diri, juga dalam hal berbahasa.
Sedangkan dalam kemampuan berpuisi tampak pula masih perlu terus berproses agar
sampai pada kemampuan maksimal dalam membangun sebuah puisi yang baik.
Kecenderungan rata-rata para penyair dalam antologi ini adalah
berpuisi naratif, dengan
kalimat-kalimat lugas untuk mengantarkan pesan yang ingin disampaikan, sehingga
terkesan cair dan kadang membosankan. Namun makna-makna yang ingin disampaikan
sesungguhnya menarik, apalagi didorong oleh keinginan mengekspresikan tema yang
sama, yakni: "Jendela Senja".
Maka lebih dari 100 judul puisi yang terkemas dalam antologi ini
memang dipenuhi dengan bait-bait tentang senja.
Tentu saja menarik, melihat bagaimana masing-masing penyair memaknai senja, memandang senja dari jendelanya masing-masing.
Tentu saja menarik, melihat bagaimana masing-masing penyair memaknai senja, memandang senja dari jendelanya masing-masing.
Baca saja puisi Nova Linda
ini yang berjudul "Gerbang
Senja"
kita
tiba di gerbang senja
setelah melewati embun di bening pagi
juga menjemur asa di bawah terik siang
perlahan langkah beranjak menuju petang
menyusuri jejak, mencari jalan pulang
kita
telah tiba di gerbang senja
saat
langit mengurai rona jingga
benderang
tak lagi sebinar pagi
dan
mentari membakar wajah bumi
kita telah tiba, menerobos tubuh senja
saat cakrawala mulai mengibar gulita
mengajar kita memahami dua warna
hitam dan putih dalam lembar waktu
hingga malam datang, mengantar kita
pulang ke titik awal perjalanan
Pekanbaru. 20 Juni 2013
Tentu saja masih banyak lagi judul-judul puisi dalam antologi ini
yang mencoba menguraikan tentang senja, baik dalam hubungannya dengan kehidupan
sehari-hari, tentang cinta, tentang hubungannya dengan Tuhan.
Tentang hubungan dengan Tuhan ini memang juga hampir mendominasi
puisi-puisi yang ada, bergaya sufiistik,
kental dengan masalah keagamaan yang memasalahkan kematian, perbuatan baik dan
buruk, dan sebagainya. Ada juga yang memaknai senja sebagai cinta kepada ibu
yang telah melahirkannya dan telah menjadi tua di saat usia senja, seperti
dalam bait puisi Mentari Hatiku
berjudul "Menyulam Senja"....."Perempuan langsing di antara
kunang-kunang/Mengipas kulit tua yang melipat usia". Tapi senja juga
dimaknai sebagai akhir kisah cinta yang tragis, antara dua insan seperti
ditulis Jay Wijayanti dengan judul "Serpihan
Memori Rona Senja"....."Senja telah menyembunyikan segala kisah/Pada
dahan bambu yang mengering sudah/Jatuh berhamburan satu demi satu/:Lembaran
cerita kita berdua...." Masing-masing penyair membuka jendelanya,
memaknai senja yang dirasakannya, tentu beragam pesan disampaikannya. Untuk
ikut membuka "Jendela Senja"
lebih jauh, tentu baca saja antologi dari Komunitas
Kabut Tipis ini. Semoga makin terbuka "jendela" kita untuk
memahami senja, bahwa senja itu juga indah, seperti ditulis oleh penyair Asri Fara berjudul "Ketika Senja Kembali"
maaf !
aku harus pergi
berselimut
gigil rinai pagi
dan bercadar debu siang ini
beri aku waktu
sehari
tuk menghitung
bias mentari
di antara hempasan badai
meniup pucukpucuk ngarai
tunggu aku !
di kuncupkuncup melati
dan ketika
senja kembali
kubawa untukmu
indah pelangi
Taiwan 15 Maret
2013
Begitulah, selamat berkarya untuk teman-teman Komunitas Kabut
Tipis dan selamat membaca.
Yogyakarta,
10 Juli 2013
Wadie
Maharief
(Penyair Yogyakarta)
(Penyair Yogyakarta)
Endorsmen
JENDELA
SENJA – INSPIRATIF
Cinta, Ikhlas dan Pengharapan adalah
kekuatan ‘jendela senja’, dipadukan dengan gaya tipologi khas puisinya.
Kesederhanaan bahasa membuat puisi ini enak dibaca dan mudah dicerna. Diksinya
kuat dan tepat.
Saya bertemu dengan kehidupan indah
saat baca “jendela senja”. Ada getar cinta, rasa sayang, kerinduan, keharuan,
juga suara tanah air, yang sebabkan mataku berkaca-kaca. Jendela senja kaya
akan nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, keselarasan. Dia bernafaskan religi,
perjuangan, kegigihan, kebersamaan, dan eksistensi diri. Pelangi semangat ini
tersirat pada bait-bait syairnya.
Saya juga salut; Para Penulis ‘jendela
senja’ memiliki idealisme hidup kokoh. Mereka memiliki motto dan misi hidup
luar biasa, yang jadi filosofi karyanya. Puisi-puisi di sini menjadi khas
sekali sebagai ungkapan rasa, untaian kata-kata bernilai, dan melodi
pengharapan”. Semoga Tuhan memberkati Jendela Senja. Salam cemara, Iwa TJ*
(Dr. Trisnowati Josiah, S.S., M.M.
Penikmat Sastra, Dosen & Komposer, tinggal di Bandar Lampung)
''Seorang bijak berkata: jika politik kotor maka puisi akan membersihkannya. Puisi memang memiliki peran sosial dalam kehidupan. Dengan puisi, orang lebih punya hati nurani. Membaca puisi-puisi yang terhimpun dalam buku ini, kita disadarkan tentang banyak hal dalam hidup, yang kadang harus direnung-renungkan - supaya kita tetap menjaga dan punya hati nurani. Ini karya bagus dari penyair-penyair muda yang bertalenta seni. Selamat atas terbitnya antologi puisi ini.''
--- Zaenuddin HM, Penulis Buku-buku Best Seller, Jurnalis Senior Harian ''Rakyat Merdeka''-Jakarta.
Bersapaan dengan alam dan penciptanya,
berselaras dengan sesama merupakan perwujudan tuturan yang dilakukan oleh pemuisi di buku ini. Kesederhanaan dan kedalaman merupakan suatu ungkapan
menyeluruh dari apa yang dilihat, dirasakan, disentuh dan dimaknai.
(Shinta Miranda,
penyair, penulis antologi puisi "Constance" dan 10 antologi lainnya.
Puisi dan Cerpennya telah diterbitkan di beberapa majalah dan media cetak
lainnya.)
Membaca antologi ini seperti aku
membaca nyanyian hati, nyanyian jiwa tentang suka, duka dan cinta dari 17
penyair yang telah menarasikan ‘bahasa
rasa’ dalam jalinan kata-kata, menebar pesona. Seperti aku melihat pelangi
di pagi hari.
Ini Bukan Puisi bukan pula Katarsis. Inilah Symponi
Rindu yang Menyulam Senja Menyusur Rindu. Adalah Pelajaran Untuk Cinta, adalah sajak Sebelum Hari Beranjak saat Matahari
Tersuruk. Semoga bisa menjadi Pelita
Hati.
(Abah Yoyok-Penikmat Sastra)